Berbagi tentang tips dan solusi bagi aktivitas profesional muda dengan nuansa spiritual yang menggugah.
Minggu, 16 Maret 2014
BUKU KE DUA KOE SEGERA TERBIT " ENERGI KEWIRAUSAHAAN" -THE POWER OF ISLAMIC ENTREPRENEURSHIP
CUPLIKAN DARI BUKU "ENERGI KEWIRAUSAHAAN"
Ketertarikan para pencari kerja untuk menjadi PNS adalah karena penghasilan tetap yang didapatkan setiap bulan, jaminan pensiun pada hari tua dan fasilitas lainnya. Apabila mereka tidak menjadi PNS maka akan beralih melamar menjadi pegawai sebuah perusahaan. Profesi ini dianggap sebagai pekerjaan ideal yang bisa menjamin masa depan, mereka hanya bekerja sesuai dengan tuntutan perusahaan dan setiap bulan akan memperoleh penghasilan tetap sebagai gaji bulanan.
Berdasarkan fakta tersebut maka tidak heran bilamana banyak sekali angkatan kerja yang tidak termotivasi terjun sebagai wirausaha, kalaulah ada masih sangat sedikit rasionya dibandingkan dengan rasio mereka yang berminat menjadi pegawai negeri atau karyawan. Akibatnya tingkat pengangguran dari waktu ke waktu tidak juga berkurang, bahkan sebaliknya terus mengalami peningkatan.
Fakta banyaknya pengangguran di negeri ini memang tidak bisa disangsikan, namun ada fakta lain yang lebih memprihatinkan adalah bahwa sebagian dari para pengangguran tersebut adalah umat Islam. Apa hubungannya antara pengangguran dan keislaman? Jawabannya adalah bahwa Islam tidak menginginkan umatnya untuk tidak memiliki pekerjaan (baca: pengangguran). Islam sangat mendorong umatnya untuk bekerja dan berwirausaha, bahkan Islam memberikan perhatian dan dorongan yang sangat besar terhadap tumbuh kembangnya dunia wirausaha. Rasulullah SAW pernah didatangi oleh seorang laki-laki yang menanyakan usaha atau pekerjaan apakah yang paling baik, maka beliau bersabda:
عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap transaksi jual beli yang dibenarkan. HR. Ahmad.
Jawaban rasulullah tersebut merupakan stimulus atau dorongan bagi seluruh umat Isam untuk bekerja dan berwirausaha. Pekerjaan dengan tangan bisa dipahami sebagai seorang wirausahawan yang memiliki keahlian untuk melakukan usaha yang bisa mendatangkan penghasilan. Selain itu jual beli menjadi pekerjaan berikutnya yang disukai oleh Nabi yang mulia. Proses jual beli sendiri akan terjadi pada dunia usaha yang memerlukan adanya barang produksi, harga dan penjual. Sehingga dapat simpulkan bahwa dalam hadits ini beliau sangat mendorong umat Islam untuk bisa berwirausaha.
Rasulullah SAW pada kesempatan lainnya juga bersabda bahwa sesungguhnya Allah menyukai orang beriman yang profesional, dan orang yang menderita karena membiayai keluarganya tak ubahnya seperti pejuang di jalan Allah ‘azza wa jalla” (HR. Ali dalam Musnad Zaid bin Ali). Maksudnya adalah Allah ta’ala melalui lisan nabiNya menyukai seseorang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kedudukannya seperti seseorang yang berjihad di jalan Allah ta’ala. Ini menunjukan kemuliaan bekerja dan berwirausaha dalam Islam.
Berdasarkan kedua hadits tersebut, maka sudah selayaknya sebagai seorang muslim untuk bekerja dan berwirausaha dengan seluruh potensi yang ada. Melakukan wirasuaha merupakan implementasi yang tepat dalam memahami kedua hadits tersebut, karena Rasulullah menginginkan agar umatnya bisa produktif dan membenci segala bentuk menyia-nyiakan waktu termasuk menganggur.
Islam menganjurkan bagi seluruh umatnya untuk senantiasa bekerja dan berwirausaha. Hal ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi seluruh umat Islam. Apabila kita memperhatikan sejarah kehidupan Rasulullah SAW, maka kita akan menemukan bahwa sejak usia 17 tahun beliau sudah mulai berwirausaha. Bahkan sejak usia 12 tahun beliau telah terbiasa menggembalakan ternak kaumnya dengan mendapatkan upah.
Wirausaha yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah dengan berdagang, motif awalnya adalah atas dorongan dari paman beliau Abu Thalib yang menganjurkan untuk berdagang sebagai upaya melepaskan beban keluarga. Dorongan ini kemudian menjadikan beliau menjadi seorang pedagang ulung yang memiliki integritas yang berbeda dengan para pedagang waktu itu. Sifat jujur dalam perdagangan inilah yang mengantarkan beliau terkenal di berbagai pertemuan-pertemuan bisnis pada waktu itu.
Pengalaman Rasulullah SAW dalam berwirausaha tidak hanya pada negerinya saja, bahkan beliau telah menjelajahi pusat-pusat perdagangan internasional di seantero timur tengah. Beliau telah berdagang hingga ke negeri Syam di Syiria, kemudian ke wilayah Yaman sebagai pusat perdagangan juga ke pasar-pasar yang menjadi pertemuan para pedagang lainnya dari seluruh penjuru dunia. Aktivitas bisnis beliau berlangsung cukup lama hingga dipercaya oleh Khadijah sebagai duta dagangnya ke beberapa wilayah di Arabia. Keuntungan yang diperoleh oleh beliau dalam berdagang telah menghasilkan kekayaan yang sangat melimpah, hal ini terlihat ketika beliau akhirnya menikah dengan Khadijah dengan jumlah mahar (mas kawin) yang sangat menakjubkan.
Kesuksesan perdagangan Nabi bukan diperoleh dengan mudah, pengalaman dagang beliau yang dimulai sejak berusia 12 tahun telah menjadikannya sebagai sosok pedagang ulung yang telah terbiasa pergi ke Syiria untuk melakukan perdagangan dengan ikut kafilah dagang pamamnya. Faktor lingkungan juga mempengaruhi jiwa wirausaha Nabi, karena beliau besar dengan pamannya yang juga seorang pedagang, maka beliau tumbuh sebagai wirausahawan yang mandiri. Selain itu jiwanya yang hanif telah menjadikan seluruh aktifitas perdagangannya selaras dengan nilai-nilai keislaman yang tidak mendzalimi orang lain.
Ketika pamannya bangkrut dalam perdagangan, usia nabi Muhammad SAW telah menjelang dewasa. Maka, beliau sudah dapat berdiri sendiri dengan melakukan perdagangan di sekitar kota Makkah. Beliau melakukan perdagangan keliling dengan rajin dan penuh dedikatif pada usahanya. Kecerdasan, kejujuran (shidiq) dan kesetiaanya memegang janji (al-Amin) adalah dasar-dasar etika wirausaha yang sangat modern yang telah beliau praktekan di masanya. Berdasarkan sifat-sifat yang mulia tersebut maka berbagai pinjaman komersial (commercial loan) yang tersedia di kota Makkah dengan mudah beliau dapatkan. Beliau kemudian membuka peluang kemitraan dengan beberapa pemilik modal yang ada di kota ini. Salah seorang di antara pemilik modal tersebut adalah seorang janda kaya bernama Khadijah yang menawarkan suatu kemitraan berdasarkan sistem bagi hasil (profit sharing). Kecakapan Muhammad SAW sebagai wirausaha telah mendatangkan keuntungan yang cukup banyak, selain itu tidak satupun jenis bisnis yang ditanganinya mengalami kerugian. Hampir dua puluh tahun lamanya beliau berkiprah di bidang wirausaha dengan keuntungan yang luar biasa.
Berdasarkan kilasan sejarah Nabi Muhammad SAW tersebut maka sudah semestinya bahwa nilai-nilai wirausaha yang merupakan bagian dari spirit nilai-nilai keislaman menjadi sesuatu yang dapat difahami dan digali terus menerus oleh segenap kaum muslimin. Lebih dari itu bisa dipraktekan oleh seluruh umat Islam sehingga akan tumbuh dan berkembang enerbi kewirausahaan di tengah-tengah kaum muslimin. Energy ini diharapkan mengobati umat Islam yang saat ini sedang mengalami keterpurukan dengan semakin bertambanhya jumlah pengangguran di kalangan kaum muslimin.
Urgensi tentang pentingnya menggugah kembali entrepreneurship yang berakar pada nilai-nilai Islam akhir-akhir ini mendapatkan sorotan tajam baik dari kalangan praktisi maupun akademisi, dengan berbagai analisis. Etos kerja dan etos wirausaha untuk mencari dan mengusahakan rezeki yang halal dan bersih, harus ditumbuhkembangkan kembali di kalangan kaum Muslimin. Kaum Muslimin tidak boleh menggantungkan hidupnya pada umat dan bangsa lain apalagi menjadi seorang pengangguran.
Umat Islam sudah sangat letih dihadapkan pada kesulitan ekonomi yang panjang, problem kemiskinan dan keterbelakangan akibat termarginalkan dalam ekonomi dan bisnis merupakan pengalaman pahit yang tidak boleh terulang kembali. Sekaranglah saatnya dikembangkan dan dibangun pengusaha-pengusaha muslim yang tangguh dalam jumlah besar. Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan ekonomi yang dicita-citakan oleh umat Islam (pribumi) di negeri ini. Lebih dari itu, sekaranglah momentumnya membangun landasan yang kokoh, yakni memperbanyak pilar para pengusaha pribumi yang akan menyangga bangunan ekonomi bangsa. Jangan sampai ke depan bangsa ini khususnya umat Islam menjadi bangsa terjajah secara ekonomi di negeri sendiri.
Jejak-rekam wirausaha dan keberhasilan para moslem entrepreneur di negeri ini sangatlah mengagumkan, hanya sayang sampai dengan saat ini belum menjadi sebuah motivasi bagi bangkitnya gerakan entrepreunership di kalangan ummat Islam. Secara historis dan antropologis, umat Islam Indonesia memiliki naluri bisnis yang luar biasa. Penelitian para ahli sejarah dan antropologi menunjukkan bahwa pada masa sebelum penjajahan, para santri memiliki semangat dan gairah yang besar untuk terjun dalam dunia bisnis, sebagaimana yang diajarkan para pedagang muslim yang menyebarkan agama Islam di negeri ini. Hal ini mudah dipahami karena Islam memiliki tradisi bisnis yang tinggi dan menempatkan pedagang yang jujur pada posisi terhormat bersama Nabi, syuhada dan orang-orang shalih. Islam sangat mendorong jiwa entrepreurship (kewirausahaan) bagi seluruh umatnya. Karena itu, para santri adalah pioner kewirausahaan di kalangan pribumi sehingga mereka selalu diidentikkan dengan kelas pedagang (orang pasar).
Faktanya di masa lalu daerah-daerah santri selalu menjadi konsentrasi perdagangan dan industri, seperti Bukit Tinggi, Aceh Pidie, Pekajangan, Laweyan, Bekonang dengan batik dan tenunnya dan di tempat-tempat lainnya. Masyarakat santri di inclave ini dikenal luas sebagai memiliki gairah ekonomi dan etos entrepreneurship yang tinggi. Para santri pada masa lampau adalah para pedagang dan menjadi kelompok borjuis, yang kadang selalu menyebut priyayi secara pejoratif sebagai tidak sembahyang dan tidak punya uang. Secara sosiologis-antropologis, pengusaha santri (muslim) adalah mereka yang dipengaruhi oleh etos kerja Islam yang hidup di lingkungan di mana mereka bekerja.
Sejarah emas para pengusaha muslim di Indonesia seharusnya menjadi inspirasi bagi seluruh umat Islam untuk mampu bangkit dan kembali membangun jiwa-jiwa wirausaha yang mampu mengatasi problem ekonomi yang dihadapi oleh umat Islam. Tentu saja dibutuhkan strategi yang tepat agar jiwa wirausaha ini bisa kembali mewarnai umat Islam. Sehingga kejayaan dan kemuliaan Islam akan kembali bersinar di persada Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya. Berwirausaha adalah pekerjaan terhormat dalam Islam, bahkan ia menjadi peninggalan para nabi, orang-orang shaleh, para pendakwah Islam. Maka tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak berwirausaha, energy kewirausahaan telah dinyalakan oleh Rasulullah yang mulai dan diteruskan oleh para pengikutnya hingga mereka tiba di negeri ini. Energy ini akan terus diwariskan dan saat ini anda telah memiliki energy itu, maka nyalakan energy kewirausahaan anda sekarang juga!
Rabu, 26 Februari 2014
SERIAL MANAJEMEN SDM SYARIAH
SIAPA SDM TERBAIK DI MUKA BUMI SEPANJANG PERADABAN MANUSIA?
Merujuk sesuatu yang dapat dijadikan model pastinya akan merujuk kepada sesuatu yang terbaik dan sudah terbukti, bukan hanya sisi konseptualnya tetapi juga aplikasinya. Oleh karena itu ketika berbicara tentang kualitas sumberdaya manusia yang mana - yang dapat dijadikan rujukan , pastinya akan mengacu kepada sesuatu yang terbaik, itulah metode “benchmarking” dalam konteks manajemen masa kini.
Sejarah peradaban manusia telah mengakui bahwa ketika berbicara tentang kualitas manusia terbaik, maka kita akan merujuk kepada suatu era dimana disitu berkumpul manusia-manusia terbaik sebagai buah dari proses pendidikan,pembinaan dan pelatihan dari Insan yang terbaik yakni Rasulullah SAW, dan hasil dari proses tersebut adalah 3 (tiga) yakni generasi pada era Rasulullah SAW dan 2 (dua) generasi sesudah beliau. Hal ini dapat kita ketahui melalui hadist dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرَ أُمَّتِـي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)
Tiga generasi sebagaimana tersebut diatas adalah merupakan generasi terbaik umat ini , dan pada tiga kurun ini dalam peradaban manusia dikenal merupakan kurun terbaik dari umat ini, yang tidak akan ada generasi berikutnya yang mampu menyamainya.
Ciri terpenting dari generasi terbaik ini adalah , mereka telah mendapat keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mereka pun ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100).
Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kita untuk mengikuti generasi terbaik ini (para sahabat) . Untuk berjalan di atas jalan yang mereka tempuh. Berperilaku selaras apa yang telah mereka perbuat. Menapaki manhaj (cara pandang hidup) sesuai manhaj mereka.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ
“Dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku.” (Luqman: 15)
Oleh karena itu, metode “benchmarking” dalam pengelolaan manajemen sumberdaya manusia syariah bukan sekedar sebuah pendekatan manajemen belaka, tetapi memiliki dimensi “ibadah” sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT dalam melaksanakan perintahnya sebagaimana tersebut diatas.
Atas dasar fakta-fakta sejarah yang ada serta dalil-dalil yang shahih dari Allah SWT dan Rasululloh SAW, maka kemudian Imam Malik ra membuat sebuah rumusan gemilang yang itu menjadi dasar “benchmarking” bagi pengelolaan manajemen sumberdaya manusia syariah kini dan yang akan datang, adalah sbb : Imam Malik rahimahullah berkata, ” Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang membuat generasi awalnya menjadi baik “.(Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam at-Tamhid 15/292, tahqiq Usamah bin Ibrahim dan Ibnu al-Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan min Mashayidhisy Syaithon 1/313, tahqiq Khalid ‘Abdul Lathif as-Sab’il ‘Alami. )
Sebuah ungkapan sarat makna, yang memberikan pembelajaran bagi siapapun yang ingin menuai kesuksesan,kegemilangan dalam urusan mencetak atau melahirkan kualitas sumberdaya manusia syariah yang terbaik. Maka baginya mestilah ber “kiblat” pada segala hal yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW, beserta generasi para sahabatnya di era generasi terbaik tadi.
Dari rekaman sejarah Rasulullah SAW dalam rangka melahirkan generasi-generasi terbaik ummat ini, Aspek Tauhid menjadi perkara pertama dan utama yang ditanamkan dan yang diajarkan kepada sasaran, hal ini terekam dalam sebuah peristiwa sejarah Ketika Rasulullah SAW mengutus Mu'adz Ibn Jabal ke Yaman, Rasulullah berwasiat kepadanya:"Wahai Mu'adz, sesungguhnya kau akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah perkara yang pertama kali kau serukan adalah beribadah kepada Alla (Tauhid). Bila mereka telah beriman, maka sampaikanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam.(HR.Bukhori No.1425).
Menjadi terang benderang bagi siapapun yang berkiprah dalam kancah Ke-Islaman, termasuk ekonomi syariah dengan para praktisi didalamnya, bahwa pondasi bagi penumbuhkembangan sumberdaya manusia syariah adalah Tauhid yang pertama dan utama untuk diajarkan, untuk dijadikan kurikulum pendidikan maupun pelatihan dan pembinaan mereka
Selasa, 11 Februari 2014
"Fenomena SDM Syariah Kontemporer" cuplikan dari Buku Manajemen HRD Syariah oleh Agus Siswanto dkk
Perkembangan ekonomi Syariah yang semakin hari semakin tampak memunculkan fenomena baru khususnya pada sisi para praktisinya. Jika pada awal kemunculannya ekonomi Islam diusung oleh insan-insan yang konsisten dengan ajaran Islam, mereka mendasarkan aktifitas ekonominya karena ideologi yang muncul dari kekuatan iman maka fenomena terkini menunjukan adanya penurunan kualitas tersebut. Penurunan kualitas yang dimaksud adalah munculnya praktisi ekonomi syariah yang bukan berasal dari rahim lembaga pendidikan Islami atau bukan dari Islam itu sendiri.
Hal ini menjadi sebuah konsekuensi ketika ekonomi Islam semakin berkembang dan menggiurkan bagi seluruh pelaku ekonomi maka siapa saja akan tertarik untuk mencicipi kelezatannya. Demikian juga orang-orang di luar Islam yang menginginkan mendapatkan “keberkahan” dari booming ekonomi Syariah ini.
Jika penurunan kualitas adalah karena masuknya praktisi non-muslim yang terjun dalam ceruk bisnis ini tentu tidak menjadi masalah. Mudah-mudahan mereka akan tertarik tidak hanya kepada ekonomi syariah namun juga Islam sebagai agama yang komprehensif dan sempurna.
Namun fenomena yang terjadi dan sangat memprihatinkan adalah para praktisi ekonomi syariah yang notabene adalah muslim namun mereka terjuan ke bisnis berbasis syariah ini hanya sekadar mencari keuntungan keduniaan yang terkadang tidak mempedulikan apa yang sebenarnya sedang mereka kerjakan.
Fenomena para praktisi ekonomi syariah yang saat ini tampak seiring dengan perkembangan ekonomi syariah adalah munculnya para pelaku ekonomi ini yang bukan didasarkan kepada ideologi atau keimanan, namun hanya didasarkan pada kebutuhan akan pekerjaan, mendapatkan keuangan yang mapan atau hanya mengikuti trend pasar. Di antara fenomena yang merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi syariah adalah:
1. Lemahnya Tauhid.
Tauhid adalah pondasi dasar keimanan seseorang, ia menjadi basis bagi pemahaman keagamaan bagi seluruh umat Islam. Tauhid yang dimaksud adalah keyakinan hanya Allah saja yang berhak untuk diibadahi, disembah, ditakuti, diharapkan dan segala hal harus dikembalikan kepada takdirNya.
Seorang praktisi ekonomi syariah yang memahami tauhid dengan benar akan berusaha untuk semaksimal mungkin setiap aktifitas dan tindakannya adalah ditujukan hanya untuk Allah ta’ala saja, dalam bahasa lainnya yaitu “lillah”. Khususnya dalam masalah aktiftas pekerjaannya sebagai seorang praktisi ekonomi syariah, ia akan menyadari bahwa pekerjaannya bukan saja untuk memperoleh materi namun lebih dari itu adalah melaksanakan hukum-hukum Allah ta’ala dalam bentuk bisnis dan ekonomi. Seseorang yang memiliki tauhid yang kokoh akan percaya bahwa setiap tindakannya akan senantiasa diawasi oleh Allah ta’ala sehingga tidak ada waktu sedetikpun untuk berusaha melanggar syariah-Nya.
Sebagai contoh seorang yang memiliki keyakinan tauhid yang kokoh tidak akan berani melakukan aktiftas ekonomi yang melanggar nilai-nilai syariah, demikian pula ia tidak akan mau mencampur adukan antara ekonomi ribawi dan ekonomi syariah. Ia tidak mau melakukan kegiatan yang memberikan mudharat kepada dirinya sendiri dan juga bagi orang lain. Intinya seorang praktisi yang bertauhid akan meyakini bahwa setiap tindakannya akan dimintai pertanggunganjawab di akhirat.
Fenomena yang terjadi adalah bahwa para praktisi ekonomi syariah masih menganggap bahwa pekerjaannya walaupun di bidang ekonomi syariah tidak berkaitan langsung dengan tauhid, mereka menganggap bahwa kerja ya kerja dan agama ya agama. Tentu saja ini adalah pemikiran sekuler yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang komprehensif di mana Islam tidak membedakan apakah urusan bisnis dan agama.
Solusi yang bisa dilakukan adalah mengadakan berbagai training keagamaan yang bisa meningkatkan keimanan dan ketauhidan para praktisi ekonomi syariah. Misalnya dengan kajian mingguan, atau tarbiyah yang berkesinambungan.
Langganan:
Postingan (Atom)