Berbagi tentang tips dan solusi bagi aktivitas profesional muda dengan nuansa spiritual yang menggugah.
Rabu, 25 April 2012
TINJAUAN SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW KAITANNYA DENGAN ENTREPRENEURSHIP
Tinjauan syiroh Nabawiyah yang berkenaan dengan kehidupan Nabi Muhammad SAW dalam aktivitas usaha, merupakan sesuatu yang urgent sebelum membahas berbagai aspek yang terkait dengan kehidupan muslim entrepreneur. Untuk itu tinjauan syiroh lebih difokuskan kepada hal-hal yang terkait langsung dengan ruang lingkup entrepreneurship.
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa figur yang dimaksudkan adalah Muhammad bin Abdullah, bin Abdul Mutthalib, bin Hasyim. Hasyim adalah termasuk suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab termasuk keturunan Nabi Ismail, putera Nabi Ibarahim Al-Khalil. Semoga Allah melimpahkan kepadanya dan kepada Nabi kita sebaik-baik shalawat dan salam. Beliau berumur 63 tahun; diantaranya 40 tahun sebelum beliau menjadi Nabi dan 23 tahun sebagai Nabi serta Rasul. Tempat asal beliau adalah Makkah. Telaahan periodisasi dari sejarah difokuskan pada periode-periode dimana Nabi Muhammad SAW beraktifitas langsung sebagai seorang wirausahawan.
3.1. Periode Sebelum Bermitra Dengan Khadijah
Kehidupan bangsa Arab merupakan fakta yang telah dikenal dalam sejarah. Mata pencaharian penduduk dikawasan tersebut pada khususnya - dengan kondisi wilayah yang kering,padang pasir,penuh dengan bebatuan dan pegunungan tandus - adalah berdagang. Kondisi tanah disebagian besar wilayah Hijaz,khususnya disekitar Makkah memang seperti itu; kering,berpasir,berbatu-batu dan langka air. Tidak ada hasil pertanian yang dapat dipetik diwilayah itu. Gambaran kondisi geografis tersebut juga digambarkan dalam QS 14:47 sebagaimana tampak dalam do'a Nabi Ibrahim :
“Diminumnnya air nanah itu dan hampir Dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi Dia tidak juga mati, dan dihadapannya masih ada azab yang berat”.
Oleh karenanya maka mayoritas masyarakat di kawasan tersebut berprofesi sebagai pedagang, sebuah profesi yang sangat independen, dan terhormat dikala itu.
Dengan kondisi Makkah yang sangat strategis dimana disitu sudah terdapat bangunan Rumah Suci ka'bah, menjadi daya magnet tersendiri bagi segenap masyarakat untuk datang ketempat yang tandaus itu untuk melakukan ritual .
Selain itu kondisi geografis Makkah termasuk sangat strategis, dimana Makkah menjadi tempat persinggahan para khalifah yang datang dan pergi menuju ke kota pusat perniagaan. Di Makkah telah tersedia pasar-pasar yang sebagai tempat pertukaran barang-barang antar para saudagar dari Asia Tengah, Syam,Yaman, Mesir,India,Irak,Ethiopia, Persia dan Rum. Mengingat posisi Makkah yang berada dalam suatu lembah yang tandus, maka mata pencaharian dari penduduknya tiada lain kecuali hanya dengan berdagang. Bermacam-macam peran yang dimainkan penduduk Makkah dalam hal pernaiagaan, ada sebagian mereka yang bergerak dibidang ekspor impor, ada yang menjadi perantara tukar menukar barang antara pedagang-pedagangyang melintasi kota Makkah. Ada pula yang bergerak dibidang perbankan,mereka menanam modal kepada para pedagang kecil dengan bunga sebesar laba, dan sebagian lagi ada yang menjadi rentenir yang mencari keuntungan dari membungakan uang.
Setelah kematian kakeknya Abdul Muthalib, Muhammad tinggal bersama dengan pamannya,Abu Thalib,yang berprofesi sebagai pedagang,sebagaimana kebanyakan penduduk Qurasy lainnya. Sebab berdagang merupakan pendapatan utama penduduk kota Makkah.
Kemudian pada masa itu pula Muhammad yang kala itu dalam pengasuhan pamannya Abu Tholib mulai tumbuh kembang sebagai seorang remaja. Kondisi pamannya yang sangat memprihatinkan dari segi ekonomi , termasuk karena memiliki beban tanggungan keluarga yang besar. Kondisi ini digambarkan pula dalam catatan sejarah lainnya bahwa Pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara tertua adalah Harith, tapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas yang mampu, tapi dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena itu ia hanya memegang urusan siqaya (pengairan) tanpa mengurus rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, tapi Abu Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau Abd'l-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu Talib.
Untuk itu Muhammad mulai membantu pekerjaan-pekerjaan pamanya, sebagai bagian dari tanggungjawab sebagai salah seorang dari anggota keluarga tersebut. Muhammad pun mulai ikut menggembala kambing.
Muhammad menyertai pamannya pergi bersama kafilah kenegeri Syam, ketika ia berusia 16 tahun. Dalam perjalanannya ke Syam inilah kemudian semakin menambah wawasan dan juga pengalaman pada diri Muhammad akan realitas kehidupan jahiliyyah dengan beragam versinya. Menjelang usia dewasa Muhammad mulai berjualan sendiri atau mandiri mengingat kondisi perekonomian pamannya Abu Thalib yang kurang memadai dengan beban keluarga yang besar, sehingga dengan mandiri maka diharapkan tidak akan menajdi beban pamannya. Muhammad mulai berdagang kecil-kecilan, ia membeli barang-barang dari suatu pasar dan menjualnya kembali pada orang lain. Dalam menjalankan bisnisnya ini , yang dilakukan dengan sangat menjunjung tinggi reputasinya yang menjalankan bisnis dengan penuh kejujuran, rajin,percaya diri, dan memiliki integritas diri yang baik sehingga sampai-sampai penduduk Makkah, sering menyebutnya dengan sebutan Siddiq (jujur) dan Amin (terpercaya).
3.2. Periode Bermitra Dengan Khadijah
Sementara itu sudah menjadi tradisi dikalangan masyarakat Makkah bahwa sering terjadi kerjasama antara mereka yang memiliki kelebihan harta atau kekayaan khususnya dikalangan para janda yang kaya atau anak-anak yatim yang memiliki harta banyak ,tetapi tidak memiliki kemampuan berdagang, kemudian bekerjasama dengan orang lain yang memiliki kemampuan berdagang.
Situasi seperti ini sangat kondusif bagi tumbuhkembangnya Muhammad dalam merintis usaha berdagang, disamping selama ini telah mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari sang paman Abu Tholib. Seiring dengan perkembangan usia dan juga tuntutan ekonomi pada keluarga Abu Thalib, maka Muhammad yang beranjak dewasa makin mengembangkan usaha-usaha dagangnya. Reputasi yang telah terbangun selama ini menjadi faktor yang memudahkan untuk terjalinnya kerjasama dengan para pihak yang memiliki kelebihan modal atau hartanya, dimana salah satunya adalah seorang janda kaya bernama Khadijah.
Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushai adalah seorang janda keturunan bangsawan Qurasy, memiliki pribadi yang luhur dan akhlak yang mulia. Dalam kehidupan sehari-harinya senantiasa memelihara kesucian dan martabat dirinya, sehingga dikalangan penduduka Mekah ia diberi gelar “ At-Thahirah”. Ia memiliki pikiran yang tajam,lapang dada, kuat dan tinggi cita-citanya. Ia suka menolong orang yang hidupnya berkekurangan dan sangat penyantun kepada orang-orang yang lemah. Khadijah dikenal pula sebagai wanita yang pandai berdagang, akan tetapi aktivitas perdagangannya tidak dilakukan sendiri, melainkan dibawa oleh beebrapa orang kepercayaannya, atau oleh orang –orang yang sengaja mengambil upah untuk membawakan daganganya ke Syam atau ketempat lainnya. Perdagangannya sangat maju, sehingga ia terhitung sebagai salah satu warga kota Mekah yang kaya raya dan sangat dermawan.
Dari catatan sejarah kemitraan yang terjalin antara Muhammad dan Khadijah ditandai dengan adanya berbagai perjalanan dagang dengan modal sepenuhnya dari Khadijah, dimana Nabi membawa barang-barang dagangnganya diantara kepasar Habasyah, yang merupakan kota dagang di Tahamah. Dan salah satu perjalanan ini menjadi sangat terkenal sebab pada kahirnya Khadijah melayangkan usulan menikah melalui pembantunya, perjalanan dagang dimaksud adalah ketika menuju Busra di Syiria, dimana kala itu Muhammad berusia 25 tahun, total perjalanan misi dagang Nabi selain ke Syiria ketika bermitra dengan Khadijah tercatat sebanyak 4 (empat) kali, dua kali ke Habasyah dan dua kali ke Jorasy. Bahkan dalam catatan lainnya Nabi pun pernah mengadakan perjalanan bisnis ke Bahrain.
Dalam menjalankan aktivitas dagangnya , ketika bermitra dengan Khadijah tadi, keluhuran akhlak, integritas diri serta segala kepiawaian Nabi dalam berdagang sangat jelas tergambar, dimana hal ini dibuktikan dari prestasi Nabi ketika berdagang di Busra mendapatkan nilai keuntungan dua kali lipat dibanding para pedagang lainnya, sehingga hal ini merupakan prestasi yang luar biasa yang selama ini belum pernah terjadi pada para pedagang manapun sebelumnya. Sehingga sebagai imbalannya kemudian Khadijah memberikan imbalan berupa bagian keuntungan yang lebih besar daripada yang telah mereka sepakati sebelumnya.
Dari catatan-catatan sejarah tersebut diatas, sejak usia menjelang dewasa hampir sebagian besar aktivitas Nabi adalah berdagang, hal ini mengingat akan kesadaran terhadap tanggungjawab yang tidak terelakkan sebagai bagian dari keluarga besar pamannya Abu Thalib yang relatip memiliki beban finansial yang besar tetapi tidak didukung oleh income yang memadai. Aktivitas dagang pun mengikuti sebuah proses yang cukup memakan waktu, dimana pada awalnya pun tidak jarang Nabi terkadang bekerja untuk mendapatkan upah dan terkadang bekerja sebagai agen untuk beberapa pedagang kaya di kota Makkah, kemudian seiring dengan reputasi bisnis serta integritas moral yang tinggi yang dimilikinya utamanya dari kejujuran serta sikap yang sangat santun, maka pada fase berikutnya berkembang kearah skala dan ruang lingkup yang lebih besar karena adanya pola kemitraan. Besarnya ruang lingkup bisnis Nabi ketika menjelang usia dewasa terbukti dari rute perjalanan yang dijalaninya sudah mencapai skala internasional, lintas wilayah atau bahkan negara kala itu.
3.3. Periode Setelah Perkawinan dengan Khadijah
Setelah menikah dengan Khadijah, nabi tetap melangsungkan usaha perdagangannya seperti biasa, namun sekarang nabi bertindak seabagai manajer sekaligus mitra dalam usaha istrinya, bahkan Nabi diberi kebebasan untuk mengelola harta kekayaan Khadijah . Berkaitan dengan fungsi dan peran setelah menikah dengan Khadijah ini, Nabi lebih leluasa melakukan berbagai aktivitas dagang ke penjuru yang lebih luas, dari catatan sejarah Nabi sempat beberapa kali melakukan kunjungan dagang ke berbagai pusat perdagangan dan pekan dagang diseluruh penjuru negerinya serta ke negara-negara tetangga.
Sejak perkawinannya (dalam usia 25 tahun) hingga datangnya panggilan tugas kenabian (pada usia 40 tahun), maka Nabi telah melakukan perjalanan dagang ke berbagai daerah semenanjung Arab dan negeri-negeri perbatasan Yaman,Bahrain,Irak dan Syiria.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar